Kenapa Pantomim

pantomime-1

Pantomim adalah kesenian yang sangat luar biasa. Tuhan seolah memaksa diri saya untuk terus memahami pentingnya kesenian ini, bukan kebetulan dalam waktu kurang lebih 10 tahun saya “disuruh” akrab dan terus bergaul dengan pantomim. Saya belajar dengan Alm Mas Didi Petet, belajar dengan Mas Yayu AW Unru, belajar bersama Sena Didi Mime, Prof. Milan Sladek, senior-senior hebat di kampus mayor kesenian, dan bertemu Mas Septian Dwicahyo sampai sekarang.
Sebagai seorang penggiat kesenian, wajar lah kalau kadang-kadang saya kehilangan arah, tapi tentu saja tak patah semangat untuk terus memburu berbagai informasi, berburu ilmu, pertanyaan ke orang lain, atau bertanya kepada diri sendiri sembari menganalisa. Kenapa pantomim? Kenapa seni ? kenapa harus kreatif dan inovatif? Terus bertanya, sehingga pemudapemudi ini punya semangat untuk memahami, dengan kemakluman bahwa pemahaman tiap-tiap manusia berbeda-beda, asal jangan berhenti belajar dan mencari (hunting).
Saya percaya bahwa pantomim lah yang mengantarkan Mas Sena Utoyo dan Mas Didi Petet menjadi legenda, pantomim lah yang membuat Mas Yayu AW Unru menjadi pemimpin yang bijak dan terus merawat grup pantomim termahsyur di Indonesia = Sena Didi Mime. Pantomim yang bikin Prof. Milan Sladek rajin bolak-balik Jerman-Jakarta untuk berbagi belajar dan bekerja dan lagi-lagi pantomim membuat Mas Septian Dwicahyo dari umur 9 tahun hingga sekarang tak bosan-bosan memoles seni gerak nya. Kenapa hal ini terjadi? ada apa dibalik pantomim ? apa yang menarik dari pantomim? setelah sekian lama, tentu saya juga punya pertanyaan semacam itu, yang mungkin temen-temen pembaca memiliki pertanyaan yang sama seperti saya.
Beruntung lah saya, oleh Tuhan dilibatkan untuk terjun disini, entah sebagai pengajar, pelaku, maupun pengamat kesenian ini. Semakin lama saya pun (sedikit-banyak) memahami, sekaligus semakin besar kecintaan saya terhadap kesenian ( khususnya ) pantomim.
Tentu saja, pada mulanya saya sama sekali tidak tertarik, mungkin mirip orang pada umumnya yang tidak mengenal pantomim. Apa sik pantomim? dalam bayangan saya dulu, paling-paling hanya orang yang memakai make up putih di wajahnya, lalu memperagakan gerakan imajinasi seperti memegang dinding, padahal di depan nya tidak ada dinding. Dasar sinting. Tapi jangan khawatir, Albert Einstein dan Wright Bersaudara pun pernah di cap sinting, kalau orang tidak memahami apa yang kita sampaikan seringlah kita dianggap gila, mohon maklum.
Ternyata pantomim bukan cuma sekedar bercerita tanpa kata, pantomim membuat orang lebih enak ( indah ) dilihat saat tampil didepan umum. Apakah hanya aktor, atau stage performance yang sering dilihat banyak orang ? ternyata tidak. Temen-temen pembaca disini juga akan menghadapi banyak orang dimanapun anda berada. Tidak ada salah nya anda belajar pantomim, atau dance, atau teater untuk mempersiapkan diri agar tak canggung lagi dalam berkomunikasi. Belajar kesenian bukanlah bertujuan agar seseorang menjadi seniman profesional. Namun manfaat nya tak terhitung lagi banyaknya, salah satunya agar kita dapat menikmati hidup yang indah ini. seni berhubungan dengan keindahan, dan apabila kemampuan anda dalam melihat keindahan dalam hidup ini meningkat. Maka hubungan kita dengan Tuhan akan semakin dekat lagi. Terimakasih telah mengadakan workshop pantomim yang membuat kita saling bertemu bertatap muka berdiskusi bersama mengenai kesenian yang sama sama kita cintai dalam rangka mamayu hayuning bawana ( mempercantik keindahan dunia ). Berikut ini adalah sekilas esai dari saya untuk pantomim.

INTROVERT

Introvert sering dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif karena mereka adalah orang yang memiliki kepribadian yang cenderung pendiam, tenang atau bisa dibilang cool, misterius, menyukai kesendirian sehingga banyak yang berasumsi bahwa introvert itu anti sosial, sombong dan sebagainya. Di dunia ini orang yang memiliki kepribadian introvert atau lebih dominan bersikap introvert cenderung lebih sedikit jika dibandingkan dengan orang yang memiliki kepribadian ekstrovert, sekitar 25 % introvert dan sisanya ekstrovert. Jika ditanya mana kepribadian manusia yang lebih baik? jawabanya tidak ada. Karena setiap kepribadian tersebut baik introvert maupun ekstrovert memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. `
Dalam diskusi saya bersama Mas Septian Dwicahyo, beliau pernah ngomong tentang ini

” Lihat deh non, kalo diamati kebanyakan pemain pantomim itu orang-orang introvert, dia lebih banyak mengamati, lebih banyak mendengarkan, pemikir, konseptor”

Aku timbang lagi, bener juga sik. Aku melihat Mas Yayu AW Unru sebagai konseptor, Sutradara Sena Didi Mime semenjak 1998 kepergian Mas Sena Utoyo, aku melihat Bang Fuad yang cukup penyendiri bila dirasa, beliau juga seorang tokoh pantomim hebat dimasanya, Rata-rata mereka tampil didepan umum bukan karena ekstrovert, justru karena pemalu, maka dia bersembunyi di balik make up putih. Meski mungkin pantomim boleh juga tidak memakai make up putih, tapi bila mereka tampil, bisa dirasakan bahwa dia tidak ber”niat” untuk menunjukan ke”aku”an nya. Justru dia tampil agar dia dapat menyatu ke dalam hati masing-masing penonton nya. Bukan sekedar ingin “ada” (eksis), keberadaannya tidak penting lagi, jiwa nya yang lebih penting, pikiran (ide) nya yang lebih penting, kegembiraan bersama-sama lebih penting, jadi bukan masalah FISIK lagi, tapi PSIKIS.

Sekarang mari kita coba amati temen-temen kita yang seperti ini, tak peduli mereka pemain pantomim atau bukan, yang jelas mereka harus menyadari bahwa pemberian Tuhan entah itu kepribadian introvert ataupun ekstrovert memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bersyukurlah bila anda introvert, itu bukan suatu hal yang negatif, begitu pula ekstrovert, dia pun tak positif-positif amat. Selama timing bersyukur kita tepat. Mantablah sudah. Dapat kita lihat tokoh-tokoh hebat yang juga memiliki kepribadian Introvert seperti Mahatma Gandhi, JK. Rowling, Warren Buffet. Albert Einstein yang sangat fenomenal ketika berkarya. Karya mereka dihasilkan melalui proses berpikir menggali kedalam dirinya sendiri, mengKARANTINA dirinya dari virus yang berlalu lalang disekitarnya, berkontemplasi (bertapa) dan menemukan sesuatu tanpa harus dibantu orang lain ( mandiri/ otodidak ).

Maka cocoklah sudah dengan pantomim, kesenian ini adalah jalur yang tepat bagi mereka yang mempunyai keribadian introvert. Sebab kegelisahan jiwa ini harus ada wadahnya, temen-temen introvert biasanya akan meluapkannya dari tulisan, karena mereka lemah soal lisan, bila mereka tak pandai menulis, maka pantomim adalah wadah yang sesuai untuk mengekspresikan jiwanya ( katarsis / kepuasan jiwa )

IMAJINASI

Ya seperti kita ketahui, pantomim itu kaya akan imajinasi. Betapa tidak? manggung cuma modal tubuh doank, tapi penonton bisa merasakan kehadiran kursi, bola ping-pong, drum, dan segala macam tawaran dari pantomimer lakukan saat perform. Ternyata disitulah letak dramatisnya pertunjukan pantomim, penonton semakin tertarik dengannya, lebih-lebih saya sebagai penulis dan pelaku seni pantomim juga excited karenanya. Hampir mirip dengan Kesenian mendongeng, dimana kita mendengar satu orang bercerita, kemudian imajinasi kita berjalan menurut cerita dari si pendongerng. alangkah indahnya. Kami mempunyai gambaran masing-masing di benak kami tentang cerita tersebut. Saat dia menyebut kata istana, kami punya khayalan istana yang berbeda-beda, saat dia bicara raja, nenek sihir, atau jurang, kami memiliki bentuk yang berbeda-beda tentangnya. Kondisi nya, suasananya, indah buruk nya, ada di dalam kepala kami masing-masing. Itu sering saya alami saat lampu gelap karena derasnya hujan di desa, maklum, mati lampu adalah hal rutin di pedesaan. Kemudian ayah saya bercerita tentang banyak hal, Ibu saya juga mengoleksi cerita daerah untuk diberikan kepada anak-anaknya tercinta. Sepertinya cerita itu bukan sembarang cerita. Tapi juga untuk pelajaran kami di masa depan, ada pesan moral yang disampaikan dalam cerita “si Kancil nyolong Timun”, “Malin Kundang”, dan cerita daerah lainnya.

Beda hal nya dengan sekarang, anak-anak dijejali siaran tivi yang sudah mendikte audio dan visual, kita sudah tidak memakai imajinasi lagi. Karena gambar sudah tersedia dilayar kaca, belum lagi tayangan nya sebenarnya bukan ditujukan untuk anak-anak. Tapi jam tayang nya PRIME TIME, sinetron FTV yang kebanyakan bertema pacaran dilahap juga sama anak-anak.
Sungguh dunia ini sangat mengerikan. Siapa lagi yang mendidik masa depan anak-anak kita kalau bukan diri kita? Itulah kenapa Pantomim harus tetap ada, cerita dongeng harus terus lestari, supaya latihan imajinasi tidak stop sampai disini. Di zaman yang mengerikan ini. Kita, kami, saya, harus tetap berdoa agar Tuhan menolong umat manusia dari lembah jahiliyah dan malas berpikir.
Bagaimana kami menjaga agar pantomim terus dikenal? Itulah PR dari para kreator atau seniman yang mencintai bidangnya. Jangan sungkan untuk terus berinovasi, yang mungkin dianggap sebagian orang melanggar peraturan kesenian. padahal “ART HAS NO RULES”, Seni itu tanpa batas, tanpa peraturan, ini bukan berarti seenaknya. Peraturan harus tetap ada, tapi janganlah terpaku atau terpukau. Kesadaran kita dalam peraturan hanyalah ada dalam AGAMA, atau peraturan TUHAN yang wajib kita patuhi (TAWADU), untuk kreativitas = JANGAN MENURUTI PERATURAN SIAPAPUN. Karena saya pernah membaca ungkapan “KEJAHATAN YANG PALING KEJAM ADALAH PERATURAN”. Agama melarang ini itu, bukan lah kejam, bahkan itu untuk kebaikan kita sendiri.
Memang seringkali apa yang kita sukai justru mencelakakan kita, maka dari itu kita mengkontrol diri ini untuk tetap waspada. Sadar memilih mana yang harusnya dijalani, harus punya imajinasi ( visioner ) kalau saya melakukan ini apakah dampaknya baik untuk masa depan? atau justru buruk? itulah fungsi imajinasi, kita bisa membayangkan sesuatu sebelum melakukan, kita hendaknya berpikir dahulu sebelum mengatakan. Maka mudah-mudahan hal yang baik akan menghampiri kita semua.

Kita berinovasi agar sesuatu yang usang dapat segar kembali, sesuatu yang basi pun bisa kita nikmati dengan sehat. Lalu dengan mantab pantomimer akhirnya tidak pakai make up putih lagi di wajahnya saat manggung, mereka juga menghadirkan beberapa benda-benda asli selain benda imajiner. Mereka menawarkan Cerita yang digabungkan dengan tarian, sulap, sampai ke musik modern (BEAT BOX, SOUND EFFECT, DLL). Membuktikan bahwa semua aspek, butuh kolaborasi, butuh orang lain, sebab tak mungkin kita dapat hidup sendiri. Kehadiran orang lain akan memperkuat usaha kita di bidang apapun. Itu yang paling mahal. Teman atau keluarga yang tak bisa dibeli dengan uang.
Imajinasii yang berkali–kali di jabarkan manfaatnya oleh profesor, budayawan, dokter, pengusaha, scientis, seyogyanya harus terus digali, mendalam, kita harus terus memburu makna serta memahami dan menyadari mengenai apa sesungguhnya manfaat imajinasi di kehidupan sehari-hari. Ada, banyak sekali, dan masih banyak lagi yang belum kita temukan. Maka riset tak akan pernah selesai. Bahkan bukan sampai disitu saja, kita juga harus MENGGERAKAN TUBUH KITA KE ARAH IMAJINASI KITA. Bergerak mencapai impian kita. Mewujudkannya. Selamat menempuh!

 

 

 

GERAK

“keberuntungan berpihak kepada yang BERGERAK”, Saya pernah mendengar ungkapan ini, dan saya tertarik dengan maknanya. So deep. Semua orang-orang beruntung itu bukan karena dia pintar, jago, atau berkualitas. Sejatinya, mereka beruntung karena BERGERAK ( ACTION ), mewujudkan angan-angan nya, melakukan rencananya, mengeksekusi karya-karya nya. Pantomim adalah seni GERAK, dan gerak membutuhkan energi, bukan mereka, dia, atau kamu, tapi bersifat ke”DIRI”, (kita semua) dan yang pasti bergerak. Entah menggunakkan kaki, tangan, ekspresi wajah, atau semua peralatan tubuh yang dapat kita pergunakan untuk berkegiatan.
Itulah kenapa solat bagi muslim menggunakan gerakan seperti “itu”, umat kristen dengan geraknya yang khas seperti “itu”, umat hindu budha yang masing-masing mempercayai gerakan memuja Tuhannya masing-masing. Karena kita masih mempunyai wujud “FISIK” dan kita bisa menggerakkannya. Kalo tubuh fisik ini sudah mati, gerakan sudah tidak penting lagi. Jiwa kita menembus batas. Fisik kita, tubuh kita adalah modal utama, untuk memimpin, membuat suatu perubahan yang lebih baik, tidak mungkin hanya menggunakan mata saja, hidung doank, kaki saja, tapi seluruh organ tubuh ini kita perintahkan agar mampu bergerak sesuai batin dan jiwa kita ke arah keindahan, kearah sopan santun, menyayangi, mengasihi.

Pantomim adalah seni gerak, yang mengajarkan kita untuk waspada, mengingat kembali bagaimana rasanya menghirup aroma kopi, meminumnya, menikmati pisang goreng saat hujan di sore hari misalnya. Dan semua itu kita sajikan di atas panggung, tanpa kopi,pisang dan hujan yang asli. Kita menggunakkan ingatan emosi ( imajinasi ), bahwa dalam sehari-hari, kita harus menyadari, menyalakan seluruh inderawi kita untuk mengingat bagaimana rasa kopi, bagaimana aromanya, menyentuh cangkir, bau tanah saat hujan. Lebih jauh daripada itu, merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain ( empati ) . Sebab di dalam teater, atau pantomim, kita mungkin akan berkesempatan memerankan orang lain, bukan hanya diri kita. Contoh nya, saat kita memerankan orang buta, kita hendaknya ikhlas untuk merem beberapa saat di atas panggung, bila melek kita harus menyadari bahwa pandangan kita gelap, itu semua demi suatu peran. Atau bisa dikatakan anda boleh mengalami bagaimana orang buta alami. Anda bukan hanya berkomentar bagaimana orang bila jatuh miskin tidak mampu membeli makanan, tapi anda harus mengalami, anda harus puasa, betul-betul masuk kedalam ruang lingkup mereka, bergaul sepenuhnya dengan mereka.
Jika dipikir, apakah anak seorang pejabat yang tiap harinya tidur ber-AC, selalu makan enak, tak pernah ditimpa kesusahan, lalu akan menggetarkan hati para penontonnya saat pentas nanti? apakah dia akan menyadarkan para penikmat seni bahwa hidup ini bukan hanya makan tiidur dan beranak-pinak? Itulah seni gerak, itulah seni pantomim dan teater, kita harus mencintai semua orang, dan mampu merasakan apa yang keluarga kita alami, kita mengerti bahwa “SAKIT” itu sangatlah tidak enak, maka tentu sedikit banyak kita akan “MAU” membantu mereka yang “SAKIT” untuk keluar dari masalah mereka.

Selangkah demi selangkah kita hendaknya bergerak, meski cuma sejengkal, mungkin hanya semenit, tapi bila dicicil, mungkin gerakan itu akan sangat berarti dan menoreh sejarah sampai ratusan tahun mendatang. Lihatlah gerakan-gerakan yang Charlie Chaplin lakukan, beliau menggerakan tubuhnya dari tahun ke tahun, “musuh saya adalah WAKTU” begitulah ungkap Chaplin. Namun sampai ratusan tahun kedepan gerakan nya tak sirna oleh zaman. Boleh kita tiru gerakan-gerakan Gandhi, apa yang dia lakukan? gerakan yang dilakukan oleh Nelson Mandela, apa saja yang dia gerakan? alis? jari untuk menulis? kearah mana dia mempergunakan tubuhnya? untuk kebajikan ? atau kesesatan?
Mari kita olah kembali tubuh kita, sikut kita untuk hal yang bermanfaat, kaki kita, rambut, perut, segala macam peralatan tubuh yang di pinjamkan sementara oleh Tuhan ini, kita pergunakan sebaik mungkin agar membekas di hati masyarakat sampai ratusan tahun yang akan datang, dan kemudian mereka akhirnya meneruskan gerakan kita sampai ratusan tahun lagi. Semua gerakan ini hanya kita persembahkan untuk sumber kebahagian sejati, yaitu Tuhan sekalian alam.

 

 

 

 

SENI

Siapalah yang tidak tertarik oleh seni? meski sering kali seni itu tak jelas arahnya, absurd maksud dan tujuan nya, awut-awutan gayanya sekaligus susah diatur. Namun jangan coba-coba mengerti tentang seni atau berusaha memahami, cukup maklumi saja. Seni itu untuk dinikmati, bukan untuk dimengerti, begitu lah Bapak Teater Indonesia beretorika tentang seni –> WS. RENDRA

Seni kadang menyenangkan, tapi juga menyebalkan. Menusuk menyadarkan, itu kalo kata Mas Putu Wijaya. Seni itu menteror mental, dengan tujuan untuk menyadarkan, mengulas kembali, memikirkan lagi apa yang menurut manusia pikir sudah cocok, benar dan pantas. Dengan teror seperti ini, seni mengajak orang-orang untuk mengecek kembali atas apa yang dia pikir sudah benar, apakah memang benar-benar sudah benar? Berpikir ulang tentang apa yang cocok dan tidak, apa memang sudah pantas begini dan begitu. Seni sangatlah luwes, flexibel, prinsiple, tapi pada suatu hari bisa pula berubah keras kepala sampai dibilang tak tau pendirian, plin plan dan bingung.
Pasrah saja bila seniman dibilang begitu. Sedikit banyak tujuan seniman berubah-ubah pendiriannya adalah untuk mengembangkan karya-nya. Karena tentu saja, mereka itu gampang bosan. Ingin berkarya lagi tapi pikiran mentok, ide tak ada, akhirnya karya lama di putar-putar lagi, di-recycle ulang, sampai dia bilang ini karya baru, padahal itu-itu aja. hahaha…

Seni merupakan hasil ekspresi manusia tentang keindahan ( Melalatoa, 1989 : 26 ) Ya saya percaya Seni sangat berhubungan dengan keindahan, biasa orang Bali sebut “klangenan”. Yaitu bisa berarti  kegemaran, yang membuat perasaan nyaman, damai bahagia, meskipun sudah di nikmati berkali-kali, tapi tetap saja tak bosan-bosan mencicipi. Itulah keindahan seni. Secara Umum, Pengertian Seni adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan perasaan indah orang lain.

Itu arti pada umumnya, di buku. Dan kalau ada orang  yang nanya pengertian seni, kasih aja jawaban di buku biar selesai masalah. Padahal seni tidak pernah selesai, seni itu tidak umum. Tiap kali nanya, saya selalu tidak puas dengan jawaban orang lain, juga di buku-buku, dan mungkin juga teman-teman nggak puas dengan jawaban saya karena memang saya bukan alat pemuas . (*.*) Begitulah kegelisahan saya dengan menentang teori-teori, namun wajar karena pertentangan adalah tanda kehidupan berdegup kembali. Kadang justru pas lagi duduk-duduk di depan rumah, ada anak kecil nyelonong, dia sedang main robot-robotan bergumam sendirian. Kemudian saya curi dengar obrolan dialog antara anak kecil dan robotnya. Ternyata obrolan anak itu lebih menjawab kegelisahan pertanyaan saya dengan memuaskan! Meskipun anak itu tidak bermaksud menjawab pertanyaan yang muter di kepala. Dan begitulah proses tanya jawab antara aku dan saya.

Oke kalau di tanya orang awam, sejarah pantomim itu darimana sih? = Yunani sejak tahun 600 sebelum Masehi ( menurut Encyclopedia Britanica ) Beres sudah jawaban singkat padat jelas. Karena itu ada dalam buku. Entah versi siapapun. Ujian di sekolah ada pertanyaan kayak gitu tinggal jawab itu aja, beres dapat nilai dan “benar” katanya. Lahir mungkin memang sudah beres, tapi sama sekali belum tuntas di batin, maka tentu banyak pertanyaan lagi di kepala saya, apakah Indonesia tidak punya sejarah pantomim sendiri? Jaman Majapahit , jaman kerajaan atau di waktu yang sama seperti di Yunani, bukankah Mbah-mbah kita lebih sakti dan mumpuni?  Apalagi cuma sekedar menguasai seni bercerita dengan gerak. Semar, petruk, Gareng bukankah kadang mereka berpantomim juga? karena ini nggak di ekspose aja, jadi kita hanya percaya awal pantomim dari Yunani. Sebuah peristiwa bisa menjadi penting, kalau dia mendapat eksposing. Padahal sebetulnya kita sendiri punya dan tidak kalah hebat dari mereka.

Kita belum tentu salah dan mereka juga tidak sepenuhnya benar, begitu juga sebaliknya. Lebih-lebih ngomongin benar salah dalam kesenian bukanlah tempatnya. Hanya logika yang membicarakan ilmu pasti. Sedangkan seni merupakan barang abstrak, Bila ada yang mengkategorikan sebuah kesenian dan mereka mengelompokkan jenis seni = ini masuk surealis, dadaisme, realis, absurd atau apapun dan jujur memang saya kurang menguasai aliran. Sebab saya setuju bahwa aliran hanya ada dua, yaitu aliran listrik dan aliran air (*.*) Menurut saya seni itu lebih dari hanya sekedar kategori. Seringkali di dalam suatu drama, genre = tragedi-komedi-satire-horror-metal-science fiction-absurd-rockdangdut bercampur jadi satu, yang justru membuat kaya rasa sebuah pementasan. Maka tak elok kalau kita menyebut misalkan sebuah pementasan A masuk aliran “tragedi tok”. Saya pikir dia lebih dari itu. Dan bukan urusan saya mengelompokkan jenis seni, saya harap teman-teman tidak perlu fokus mengurusi sebuah kategori. Tugas kita sebagai seniman adalah berkarya, mencipta, menghibur masyarakat. Saya sangat setuju dengan Mas Putu Wijaya, beliau pernah menulis:

“ Bahwa dalam dunia kesenian. Kotak-kotak pengkategorian itu sebenarnya tidak pernah ada. Jadi yang membuat kategori atau yang mengelompokkam adalah yang melihatnya, bukan keseniannya. Karena itu, kategori akan tergantung dari pandangan atau tafsiran yang melihat atau yang menelitinya. Lahirnya kesenian bukanlah untuk bisa masuk dalam kategori secara jelas, melainkan yang lebih penting adalah untuk bisa menyenangkan seniman dan penontonnya. Yang utama sekarang adalah dalam melihat suatu pertunjukan kita bisa melihat unsur-unsur nya. Di situ ada gerak, seni peran, musik, nyanyian, properti, kostum, seting dan lain sebagainya” ( Putu Wijaya dalam kuliah umum di hari penghargaan Akademi Jakarta 21-12-2009 )

Seni juga menjadi tepat perenungan dan pemahaman kehidupan, namun tak jarang dia membunuh karakter nya sendiri, lalu dia hidupkan kembali. Cobalah lihat orang yang diberikan gelar pria tulen, macho plus berotot, jika dia “mau” menjadi seniman, maka dia harus ikhlas meninggalkan gelar “macho” nya untuk memasuki dunia baru yaitu gelar banci (misalnya). Bukankah itu pembunuhan karakter?
Tapi setelah selesai tugas, entah syuting, atau bermain peran di atas panggung, boleh lah dia menyandang kembali apa yang dia yakininya sebagai pria tulen.

Karena seorang aktor, harus mampu melebur kedalam semua karakter, itu kewajiban. Dia tak boleh memilih, karena dia telah dipilih. Mana ada orang yang mau bercita-cita menjadi pengemis? atau lebih ekstrem nya lagi,( mohon maap ) mana ada orang yang mau cacat fisik tak punya kaki? ? Sekali lagi mereka tidak meminta kepada Tuhan supaya dijadikan sebagai manusia normal, manusia super, cacat, atau berkepribadian ganda, atau mungkin manusia dengan otak super canggihnya –> “Stephen Hawking” yang juga memiliki kekurangan pada fisiknya. Mereka tidak memilih, kita tidak memilih, kita dipilih oleh Tuhan untuk “MENJADI”, “BORN TO BE”, ” TO BE OR NOT TO BE”, inilah diri kita dengan kurang lebih nya. Dimana kita mengemban tugas Tuhan untuk melestarikan kehidupan supaya lebih baik lagi, dengan segala macam ujian dan cobaannya. Kita mencari ilmu, mencari dimana, siapa, kemana diri ini, kita, saya, anda, kapan jantung cepat lambat, kenapa bisa begini dan begitu, dengan kesadaran penuh.

Kemudian kita MEMBANDINGKAN diri kita dengan orang lain, bukan cuma melihat orang yang lebih kuat dan besar saja, tapi juga melihat orang yang lebih kecil dan lemah. Agar kita pandai bersyukur kepada Tuhan. Bila kita lihai bersyukur, mudah saja kita maju terus pantang mundur, patuh kepada NYA. Cobalah anda mengeluh dan pesimis, tentu pikiran anda tidak bisa diajak untuk berkembang, apalagi tubuh anda, dan juga gerakan-gerakan nya.

Aktor atau seniman, harus mampu menerima, menerima peran nya di bumi yang sudah dikasih sama Tuhan. Entah itu menjadi manusia super atau bukan, seperti yang sudah disebutkan di atas. Yang jelas dia harus mampu serta KUAT untuk “MENERIMA”, begitulah tugas manusia seperti pesan leluhur kebudayaan di JAWA = ” NRIMO ING PANDUM ” ( MENERIMA APA YANG SUDAH DI BERIKAN ). Semua manusia telah “diberi” (pandum) oleh Tuhan, pemberian-Nya rata dan adil, jangan hanya melihat dunia Nya saja, akhirat yang kekal juga menjadi perhitungan Tuhan. Itulah pemberian-Nya. Tinggal kita pintar-pintar meletakkan hati, menyandarkannya kepada Tuhan.
Banyak manusia yang bunuh diri, karena dia “TIDAK TERIMA”, complain kepada Tuhan, tentang nasibnya, takdirnya, ini itu. Mengapa saya dilahirkan begini sementara yang lain begitu. Padahal sesungguhnya, ada yang lebih mengerikan kehidupannya, namun dia mampu menerima PANDUM TUHAN. Dia yakin bahwa PANDUM TUHAN-lah yang TERBAIK. Bukan pandum ( pemberian ) manusia, atau penilaian pemikiran manusia. Manusia menghitung dari NALAR. Tuhan menghitung lebih SEMPURNA. Jadi jangan coba coba TIDAK TERIMA. Menerima akan lebih baik bagimu. Akan lebih tenang dan nyaman, maju berkembang bila menerima.

Sama halnya seperti pekerjaan seorang seniman, dia harus menerima, menerima peran yang datang dan pergi, silih berganti. Menerima pesanan klien yang mungkin sangat tidak disukainya, tapi tetaplah dia harus melayani seorang klien. Bagaimana pula klien tidak dilayani? seniman akan terhambat rejekinya, prestasinya, belum lagi kalau dia bekeluarga menghidupi anak istrinya. Suka dan tidak suka dia harus menerima, dan mengerjakan pekerjaannya.
Meskipun mungkin, peran WARIA yang menghampiri. Tidak mudah untuk menerima ( ikhlas ) hal itu. Tapi jika dia mampu,tentu akan banyak pengalaman hidup nya, tabungan perasaannya. Maka dia menjadi manusia seutuhnya, selain “MENJADI” dirinya, dia mampu “MENJADI” orang lain. Itu artinya dia mampu memikirkan-merasakan apa yang waria ( wanita setengah pria ) pikirkan, dia mampu memikirkan dan merasakan apa yang orang buta alami. Dia mencintai semua orang, meski itu menyakitkan baginya.

Nabi Muhammad SAW mampu mencintai orang yang melukainya, menjenguk orang sakit meski yang sakit tadi melempari kotoran di wajahnya. Beliau mampu rutin setiap hari menyuapi orang buta, walaupun orang buta tadi menghina dan memfitnahnya tiap kali disuapi. Beliau sabar menyebarkan agama di negara yang dijangkiti kebodohan ( jahiliyah ), di tempat dimana orang-orang memiliki kebudayaan BAR-BAR, orang-orang itu tidak memakai akal, hanya kekerasan yang dia kenal. Kalau mereka tak suka, lempar batu, pukul sana tendang sini.

Bila Nabi Muhammad “mau” membalas perlakuan orang kasar tadi, dia pasti akan dibantu oleh angin, gunung, laut, agar di balaskan kelakuan tidak sopan orang BAR-BAR itu. Tapi bukan Nabi Muhammad namanya jika dia tidak indah, dia sabar, bahkan dia mendoakan cucu orang-orang yang mencelakainya dengan doa yang sangat baik. Meskipun orang jahat tadi, menikah saja belum.

Keindahan ini hanya terdapat pada hati sejernih Muhammad SAW, ingat? Seni boleh berhubungan dengan keindahan. Dan beliau memiliki keindahan yang tak tertandingi. Beliau termasuk aktor yang hebat, mampu berkomunikasi dengan orang-orang yang sangat tidak masuk akal. Gimana caranya mengajarkan keBAIKan kepada orang yang sudah terlanjur JAHAT? gimana caranya menularkan kePINTARan kepada orang yang terlanjur BODOH? Hanya Nabi Muhammad yang bisa. Kita manusia, yang mungkin pernah mengajar di suatu sekolah ( bukan orang BAR-BAR yang kita hadapi ), melihat murid yang bercanda di kelas saja, ingin rasanya menggigit kupingnya. Ahaha, itu pernah saya alami.

Mana yang lebih indah? marah atau sabar? mana yang lebih mudah? Membalas orang yang melempari batu ke muka kita? atau justru memaafkannya, plus bonus menjenguknya saat dia sakit? Sabar itu susah, memaafkan itu HARD LEVEL, VERY VERY DIFICULT. Ternyata untuk mencapai keindahan seperti seorang Nabi dibutuhkan latihan ekstra. Karena kebaikan itu sifatnya naik, maka menguras tenaga. Sedangkan keburukan sifatnya menurun, maka hampir semua orang dapat melakukan nya. Seperti naik tangga tentu susah, tapi turun tangga = mudah sekali.
Seni merupakan ilmu komunikasi, dia menggunakan bahasa yang terkadang sulit untuk dipahami. Hanya sebagian orang yang bisa memaknai seni, tentunya lewat keindahan hatinya. Dengan seni, kita tidak hanya mendengar melalui telinga, bukan melihat hanya sebatas dari mata. Rasa yang diutamakan disini. Bukan dilidah, bukan juga “cuma” dihati, atau dijantung, jangan dijabarkan, jangan dimengerti, mungkin RASA bisa di RASA kan ditempat lain.NIKMATI SAJA KEINDAHAN NYA.

KREATIF

Creative kata dasarnya adalah create yaitu mencipta. Potensi mencipta membuat orang menjadi seniman, Potensi mencipta membedakan seorang seniman dengan orang biasa. Potensi mencipta juga menyebabkan seorang seniman berbeda dengan seniman yang lain. Potensi mencipta menyebabkan kesenian menjadi sesuatu yang terus bergerak, mencari dan memperbarui. Potensi mencipta menyebabkan seniman senantiasa gelisah, memburu dan membaru ( berinovasi ). Dengan berpikir kreatif, keterbatasan menjadi potensi yang luar biasa.  Dengan berpikir kreatif, ternyata keterbatasan tidak akan benar-benar membatasi. Keterbatasan tentang apa saja, justru akan memacu akal kita bekerja. Lalu muncul usaha, kiat untuk mengatasi keterbatasan itu dengan jalan keluar yang baru. Segala sesuatu yang baru tentu saja membutuhkan keberanian dan usaha untuk mencoba. Sebelum akhirnya terbukti dapat menggantikan cara lama dengan hasil yang sama atau justru yang lebih baik.

Kita mengenal teman kita yang daya ciptanya tinggi jika didukung fasilitas dan sarana yang lengkap. Sebaliknya ada pula teman yang lain menjadi sangat kreatif kalau sedang kepepet atau dalam tekanan. Ada juga yang bisa mencipta dalam suatu suasana tertentu, misalkan sedang kasmaran, mabok, sedih dan lain sebagainya. Ada juga yang mencipta kalau ada tantangan, imbalan, kalau ada deadline atau keinginannya yang hendak dia capai. Semua memiliki kapasitas mencipta yang berbeda beda.

Mencipta adalah “memaksa” membuat sesuatu yang belum ada dari apa saja yang ada. Bukan dari sesuatu yang tak ada. Tak perlu menunggu sampai semua persyaratan atau unsurnya ada terlebih dahulu. Sekilas ini memang kelihatan seperti membuat sesuatu “seadanya”. Namun pengertian “seadanya” di sini tidak pasif, melainkan justru aktif : mengolah semaksimal mungkin apa yang ada. Dengan memanfaatkan apa yang ada, kita seringkali menemukan sesuatu yang kita butuhkan ada, namun tak terpikirkan sebelumnya. Persis seperti slogan teater mandiri “ Bertolak dari yang ada”. Memaksimalkan sesuatu yang kita punyai adalah puncak pengalaman paling istimewa, dibanding menunggu-nunggu sesuatu yang belum ada dan belum jelas keberadaannya. Sampai waktu di dunia ini habis pun belum melakukan apa-apa.

Kreatifitas ibarat mengedit semuanya, sehingga keterbatasan, kekurangan – yang meliputi apa saja – jadi terjembatani. Walhasil, segala yang tak mungkin jadi mungkin segala yang tidak nyambung jadi “Gathuk” ( nyambung bhs Jawa ). Kreatifitas menjadi senjata yang sakti. Nyawa dari seorang seniman.

BAHASA

Pantomim memiliki bahasa yang luas, universal. Semua orang dapat langsung memahami nya, semua negara, suku adat, bisa cepat dekat dengan pantomim, karena bahasa yang di pakai adalah bahasa tubuh.
Bukankah semua orang memiliki tubuh? tapi tidak semua orang “merasa” memiliki Indonesia, bahkan orang Indonesia sendiri. Tak semua orang memiliki Spanyol, Amerika, Brazil, Norwegia, Tegal, Papua, Ambon, sebab, cara kita berkomunikasi dengan kesepakatan budaya masing-masing sungguh sangat jauh berbeda. Bahasa verbal dipakai baru-baru ini, dengan kesepakatan dan tatanan bahasa yang terus berkembang dari tahun ketahun, abad ke abad. Namun bahasa tubuh “PATEN”, Sang Ibu langsung dapat memahami bayinya yang menangis kelaparan, meski pun bayinya belum mengerti syair puisi dan kosa kata. Si bayi tanpa bicara, dapat mengungkapkan ekspresinya dan langsung dapat di tangkap oleh Ibunda tercinta, terdeteksi sudah bahwa dia ini sedang bosan digendong, punggungnya kepanasan karena kelamaan telentang, tak betah digendong orang lain, tak kerasan di rumah orang. Si bayi seolah berpidato kepada orang mengungkapkan keluh kesahnya, dan hanya Ibu yang bisa menerjemahkan maksud si Bayi. Mungkin ini juga bahasa ruh, hubungan erat antara Anak dan Orang Tua.

Ketika anak beranjak dewasa merantau jauh kuliah, Ibu bisa mendengar anaknya sedang susah. Tanpa perlu dibantu teknologi komuniksai secanggih apapun. Tubuh mengeluarkan gelombang, energi, yang sangat jujur. Ketika dia berkeringat di ruangan yang panas, dan atasan nya bertanya ” apakah perlu saya ambilkan kipas angin?” dan dia menjawab ” oh tidak perlu pak, sudah cukup”. Padahal sebenarnya dia menginginkan kipas angin itu, dengan alasan tidak enak dengan orang lain, dia mampu menutupinya. Tapi tubuh tak bisa menutupi kejujuran. Seseorang yang sedang jatuh cinta, walau dia belum mengatakannya lewat kata-kata, itu akan terlihat jelas nyata dari gerakan-gerakan tubuhnya.
Memang tak semua orang bisa membaca bahasa tubuh, hanya orang-orang tertentu. Terutama orang-orang yang memiliki kepekaan perasaan yang jauh mendalam.
Banyak sekali teori-teori yang dijelaskan dalam buku mengenai tata cara mudah mengenali bahasa tubuh. Namun itu hanyalah asumsi dan opini, tak sepenuhnya benar. Karena tubuh juga merupakan bahasa gambar, visual, yang memiliki jutaan makna. Anda pernah melihat 1 foto yang artinya cukup mendalam, dia tak bisa gamblang diartikan. Karena maknanya masih banyak lagi. Bahkan kata-kata pun tak dapat lagi menggambarkan maksudnya, saking luasnya.

Maka tak masuk akal sebenarnya, dengan budaya industri yang serba cepat seperti sekarang ini. Aktor FTV menghapal dialog yang script nya baru diterima di pagi hari, kemudian beberapa jam kemudian dia langsung membeberkan semuanya di kamera. Si aktor mengatakan “i love u”, “aku sayang kamu”, “aku benci dia”, “aku marah”, dan lain sebagainya yang ternyata cuma sebatas dari ucapan saja, seperti burung beo yang tak mengerti maksud dari “assalamualaikum”, seperti mengaku beragama tapi membunuh banyak orang. Ketika mulut berucap, dan hati tidak mengikuti, sama seperti robot yang mencicipi masakan dari Master Chef. Robot bilang enak, sementara Sang Master Chef ini bisa saja mencampuri masakannya dengan bangkai tikus, atau nasi basi. Robot tak memiliki rasa, dia hanya bisa bilang enak, iya, tidak, mengerti, paham, walaupun sebenarnya NOL BESAR.

Robot bisa pasti-pasti, sedangkan manusia tak terprediksi, bisa pasti bisa juga ada kemungkinan yang lain yang lebih baik daripada hanya sekedar pasti. Manusia luwes, sedangkan robot kaku dan keras
“Manusia itu lembut & luwes, yang mati itu kaku & keras | Tanaman dilahirkan lunak & lentur | yang mati itu rapuh & kering | Siapapun yang lunak & mengalah adalah murid kehidupan | yang keras & kaku akan hancur | yang lembut & luwes (flexibel) akan menang” ‪#‎LaoTzu (ˊ•_•ˋ)

Di sinilah arti penting pantomim, yang mengedepankan bahasa hati, bahasa qolbu yang menancap ke sanubari orang yang mendengar nya. Ketika dialog dari hati ke hati dilakukan, hubungan sesama manusia bisa dapat encer dan lentur. Dia akan mampu memahami maksud teman nya, walau temannya belum berbicara kepadanya. Dia tak mudah tersinggung, tak mudah sakit hati, tak gampang terluka, karena hatinya sudah terlatih.
Damai, nyaman dan tenang, itu yang diplihnya, sebab amarah, dendam, dan resah sungguh sangat tidak enak. Bukankah hidup terlalu pendek jika hanya diisi dengan ketidak nyamanan? Semua orang memilih bahagia. Bagaimana dapat bahagia bila hatinya tidak lentur, mengalah , pasrah, menyayangi, mengasihi, nyaman dan damai?
Mungkin itulah maksud dari pantomim. Dari kesenian yang terus ada. Banyak sekali yang ingin saya tulis mengenai pantomim atau kesenian. Tapi banyak juga yang tak dapat saya gambarkan, tidak dapat saya ungkapkan melalui barisan huruf-huruf yang kebenaran nya, belum lah teruji. Kekurangan disana sini semoga bisa menadi PR bagi saya untuk terus memperbaiki, semacam mobil yang kerap kali harus di servis karena penggunaannya setiap hari. Ibarat pakaian yan terus menerus bersih dicuci setelah dipakai setiap kali. Kotoran akan selalu ada, namun jangan lupa untuk terus membersihkannya. Salam PANTOMIME

Palembang, 24 Agustus

 

Banon Gautama

Leave a comment